APA PUN UNTUKMU

Aku akan terus menunggumu. Tak peduli seberapa lama itu. Sampai 1000 tahun pun aku mampu.

Hari ini, kau memakai jins dan atasan berwarna gelap. Sepatu boot warna cokelat menemani langkahmu. Rambut panjangmu sengaja kau kuncir sembarangan. Membiarkan anak-anak rambut bermain ketika diterpa angin. Gayamu hari ini sangat cocok dengan kepribadianmu yang aktif dan lincah.

“Udah nunggu lama,” katamu mencium kedua pipi kiri dan kananku.

“Baru 15 menit.” Aku berbohong. Sudah satu jam aku ada di kedai kopi ini. Semua demi menunggumu.

“Kita langsung ke butik itu, yuk.” Kau langsung mengajak pergi tanpa memesan minum. Aku yang malah terburu-buru menghabiskan minumanku.

“Terima kasih sudah mau menemaniku,” katamu lagi sambil memamerkan senyuman manis. Barisan gigi putih berderet rapi di sana. Aku selalu menyukai setiap kali kau tersenyum seperti ini.

“Itulah gunanya aku, kan?” Aku tertawa, seakan yang kukatakan barusan itu adalah hal yang lucu.

Langkah kami memasuki sebuah butik yang terletak di lantai bawah mall. Aku berhenti sejenak. Rasa sakit menyesaki dadaku.

“Kau tunggu di sini, ya.” Kau segera pergi mendekati pajangan gaun-gaun putih. Seorang pelayan toko mendekatimu dan mulai memberikan masukan, gaun mana yang cocok untukmu.

Lima belas menit kau berputar-putar dalam ruangan. Sekali kau berdiri di tengah, kutebak kau sedang berpikir akan mengambil gaun yang kau lihat pertama atau yang ujung gaunnya sedang kau pegang. Aku mengangkat jempol setiap kali kau bertanya, mana yang lebih bagus. Bagiku, kau selalu cocok mengenakan baju apa saja. Apalagi gaun putih itu.

Dulu kau pernah mengenakan gaun putih juga. Berjalan di atas karpet merah di mana aku menunggumu di depan altar. Tapi sebuah kejadian memisahkan kita. Kau dan aku dikutuk.

“Tunggu sebentar ya,” katamu sambil masuk ke dalam ruang ganti. Selang sepuluh menit kau keluar. Aku hanya bisa terpana. Seorang malaikat berdiri di hadapanku. Tanpa sayap.

“Bagaimana menurutmu? Kau suka gaun ini?” Aku hanya bisa mengangguk.
“Kalau begitu, aku ambil yang ini saja.”

Selesai membayar, aku dan kau berlalu dari dalam butik. Wajahmu tampak semringah.

“Terima kasih ya sudah nemenin aku nyari gaun pengantin. Kamu emang sahabat aku paling baik, Ray.

Aku hanya bisa tersenyum. Dalam setiap kehidupan aku harus merelakanmu. Masih ada 150 tahun lagi sebelum genap 1000 tahun. Lalu kutukan itu akan lenyap.

Flash fiction ini diikuti untuk program #FF2In1 dari tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis

2 pemikiran pada “APA PUN UNTUKMU

Tinggalkan komentar